Friday, October 16, 2009

Bukan Kucing Biasa

Boleh percaya atau tidak, aku masih menyimpannya sampai hari ini. Tentu saja di tempat yang tak seorang pun tahu kecuali Tuhanku. Aku sering tersenyum sendiri karenanya, bukan milikku tapi bukan milik siapa2 juga saat ini, jadi aku menyimpannya sampai ada orang yang mengambilnya suatu hari nanti. Entah mengapa menyimpannya menjadi suatu kebahagiaan tersendiri untukku. Aku tidak pernah mau membuangnya, inginnya aku berjanji tetap menyimpannya sampai pemiliknya datang dan mengambilnya untuk selamanya. Walaupun aku tahu jika saat itu datang akan menjadi saat yang tak terlupakan untukku, mungkin aku akan menangis sejadi2nya, seharian penuh. Mungkin terlihat seperti anak kecil yang kucing kesayangannya dirampas, upz bukan dirampas tapi diambil. Bayangkan, kucing itu sudah bersamanya bertahun2, ia tidak sengaja menemukannya saat sedang asyik bermain seorang diri. Kucing itu selalu saja menghampiri saat ia sedang seorang diri. Sampai akhirnya, sang anak membawanya pulang, merawatnya, memeliharanya dan membawanya kemanapun ia pergi. Tak sedetik waktu dilalui tanpa sang kucing. Hingga akhirnya suatu hari seorang anak perempuan menghampirinya dan mengatakan bahwa kucing itu adalah miliknya yang telah lama hilang dan ia cari kesana kemari. Tentu saja, walaupun berat ia harus menyerahkannya kepada pemiliknya. Aku sudah sering membayangkan hal itu, sedih rasanya tapi mau bagaimana lagi. Ingin rasanya aku bertanya, tapi tak mungkin apa yang kusimpan saat ini memberitahukan jawabannya. Ia hanya terdiam di sudut sana, diam, diam, dan diam. Jika saja ia bisa bicara apakah ia akan memilihku untuk jadi pemiliknya? Sayang, ia tak mungkin berkata. Mungkin pemiliknyalah yang akan menyampaikannya padaku. Tapi, tentu saja pemiliknya akan berkata kalau dialah yang pantas memilikinya. Oh, hancurnya aku. Bagaimana kalau aku tidak mengizinkan pemiliknya untuk mengambilnya? Ah, rasanya tidak mungkin, kurasa seluruh dunia akan mencemoohku dengan sebutan yang mungkin pantas untukku tapi mengiris hati dan menyayat jantung. Lalu, apa yang harusnya aku lakukan? Membiarkannya pergi menemukan pemiliknya saja? Sudahlah, ada pertemuan berarti ada perpisahan. Sepertinya sejak saat ini aku harus mulai belajar melupakannya sedikit demi sedikit, supaya jika saatnya tiba aku telah siap dan terbiasa tanpanya coz life must go on and that’s the way things are…

No comments:

Post a Comment